jika aku tetap melangkah, karena aku percaya akan takdir Tuhan
aku percaya, sangat percaya. bahwa setiap langkahku senantiasa bersemayam cahaya Illah
sebab, tanpa-Nya, aku hanyalah pejalan sunyi, seorang sendiri
dan. dalam kesendirian itu aku hanya menyua kekosongan demi kekosongan
kekosongan itu sedemikian kalut, semakin kalut
saat aku tak menyandarkan penderitaanku di atas bahu-Nya
air mata tak berhenti melarung dalam samudera-Mu, dalam setiap doa dan harapku
terombang-ambing dalam ombak-Mu adalah santapan setiaku
namun, aku tahu. kebersamaan-Mu senantiasa menjawabnya.
dini hari sempat kelam, itu adalah hal yang wajar;senantiasa aku sua
gelap dan kelam; dua kata yang sempat mematahkan sayap-sayapku
dan. sayap-sayap itu berserakan di tiap sudut terasing
sudut yang sama sekali tak aku kenali
entahlah, kenapa ia membuaaku terjatuh. dan engkau tahu itu, aku membutuhkan waktu yang lama untuk bangkit. dan. berdiri...
mengenali sudut terasing itu, seorang diri
pun, aku senantiasa masih linglung. meski sanggup berdiri
cahaya Tuhan-lah yang mengajakku berdiri, bangkit melawan sepi; seorang diri
besok?
entahlah....
tapi, aku yakin....
seperti ceracau sang pujangga besar Jerman, Van Goethe, aku berlari...
menuju jiwa-jiwa yang agung...
aku menikmati sayap-sayap yang sempat patah
dalam bias cahaya-Nya
*judul "Kunikmati Sayap-sayap Patah dalam Bias Cahyanya" terinspirasi dari karya besar Khalil Ghibran
Hidup adalah sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, dan jawaban itu hanya bisa aku dapatkan dengan menjalaninya. maka tak sepantasnya aku berpaling dari hidup. meski aku telah tersingkir pada lubang "kematian" hidup; karena menulis. Ya, menulislah yang membuatku tetap hidup dalam kehidupan. dan menyadarkan kepadaku, bahwa hidup adalah "kehidupan", bukan "kematian.... Ia yang perlahan-lahan mengembalikanku untuk "mendengar", mendengar lewat hati.....
Ketik di sini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Inpirasi pagi gan !
BalasHapusterima kasih....
BalasHapus